Wednesday, August 25, 2010

Berakhir Dengan Manis

“Kamu membela dia ya?” belum – belum Ria sudah menyemprotnya. “Maaf, Ta! Bagaimanapun aku tidak mau berbaikan dengan Sandra. Hatiku masih sakit, kalau mengingat kata – katanya. Sudah, pokoknya aku tetap pada pendirianku.”
“ Enak saja! Tidak! Aku tak mau berbaikan dengan Ria,” demikian juga jawab Sandra ketika Sita mencoba membujuknya.
Sita hanya bias menghela nafas sedih. Ia benar – benar bingung. Ria maupun Sandra tidak ada yang mau mengalah. Ini susahnya kalau punya sahabat, yang sama – sama keras kepala. Akibatnya trio sahabat ini jadi berantakan. Dia yang repot. Terlalu dekat Ria, Sandra cemberut. Dekat – edkat Sandra, ganti Ria yang bermuka masam. Bagaimana ini? Apa harus sendiri – sendiri? Tidak berteman lagi? Huh, kesal rasanya.
Sebenarnya, selama ini trio selalu rukun dan seia sekata. Sudah cukup lama mereka bersama – sama. Sejak naik ke kelas lima tepatnya.
Di sekolah mereka, ada tiga kelas untuk masing – masing tingkatan Kelas satu terdiri dari tiga kelas, kelas dua terdiri dari tiga kelas, begitu seterusnya. Setiap tahun ada yang dipindahkan ke kelas lain. Maksudnya, bila A sekelas dengan kita sekarang, bisa jadi tahun depan tidak lagi. Karena ia dipindahkan ke kelas lain. Namun, ada juga yang tetap sekelas dengan kita.
Awal permusuhan itu begini:
Suatu hari ketika trio sahabat sedang duduk – duduk di depan kelas. Tiba – tiba Sandra melontarkan kata – kata, “Liburan nanti kau di rumah saja ya, Ri? Coba sekali – sekali seperti aku, rekreasi ke luar kota. Asyik . . . Uangnya halal kok, jadi tidak apa – apa!” Sandra mengatakan ini sambil tertawa – tawa, tetapi bernada ketus.
Ria yang memang paling sederhana kehidupannya di antara mereka, wajahnya memerah menahan geram. Segera ia berlari meninggalkan Sandra dan Sita.
Sita sungguh – sungguh terkejut mendengar perkataan Sandra. Tak pernah sebelum ini Sandra berlaku seperti itu. Past ada sebabnya. Benar! Sandra lalu bercerita,
“Aku kesal, Ta. Yu Irah, pembantu baruku bilang, kemarin kan disuruh mama mengantar makanan untuk keluarga Ria. Eeh, di sana adik Ria menyindir keluargaku.”
Sandra lalu menceritakan laporan pembantunya.
“Aduh, Mbak. Itu anak kecil di rumah itu, kok tidak tahu terima kasih. Dia bilang begini, ‘Senang yaa ikut keluarga kaya. Uangnya banyak. Bisa beli makanan yang enak – enak. Dapat uangnya dari mana sih?’ begitu katanya. Ih, saya jadi gemas,” cerita Yu Irah.
Sore itu Sita mendekati mama.
“Ma,” sapanya hati – hati. “Sita boleh minta tolong?”
Mama yang sedang membaca segera menutup bacaannya.
“Ada apa?”tanya Mama.
Sita segera menceritakan permusuhan yang terjadi antara Ria dan Sandra. Ia ingin mereka berdua berbaik lagi.
Mama tertawa mendengar cerita Sita.
“Mama kok malah tertawa? Padahal, Sita sungguh – sungguh bingung,” Sita merajuk.
Mama menghentikan tawanya. Wajah Mama berubah serius sekarang. Lalu katanya,
“Sita tahu, adik Ria ‘kan masih kecil. Anak kecil itu selalu mengatakan apa adanya. Tidak pernah punya maksud menyindir. Pasti ini karena salah paham. Anak itu mananyakan uangnya dari mana, bukan berarti menyelidiki asal – usul uang itu. Hanya sekedar bertanya. Sekarang begini saja, temui Ria, juga Sandra. Jelaskan semuanya. Setelah itu aturlah supaya keduanya berbaik kembali.”
Mendengar kata – kata Mama, Sita termenung.
“Mudah – mudahan berhasil ya, Ma,” harap Sita.
Ketika ada kesempatan baik, Sita mendekatiSandra. Ia menjelaskan duduk permasalahannya. Untunglah, Sandra yang sebenarnya anak baik, mau menerima penjelasan Sita. Demikian juga Ria, setelah mendengar sebab kegeraman Sandra, bisa mengerti.
Sore itu Sita sengaja mengundang Ria da Sandra ke rumahnya. Ria ternyata dating lebih dulu. Sementara mereka berdua bercakap – cakap, Sandra muncul. Mula – mula Ria dan Sandra kelihatan kikuk. Namun begitu Sandra mengulurkan tangan kepada Ria sambil minta maaf, suasana yang tidak menyenangkan itu pun sirna. Ria menerima uluran tangan Sandra sambil menjabatnya erat – erat. Ia pun dengan tulus minta maaf. Sementara Sita memandang kedua sahabatnya itu dengan penuh kegembiraan.
Sore begitu cerah, secerah wajah trio sahabat. Harapan Sita terkabul, permusuhan berakhir dengan manis.
Senyum yang tak kan tergantikan dengan senyum – senyum lain yang ada.

Persahabatan adalah satu ikatan kuat dimana kita bisa kuat dalam ikatan itu.

0 comments:

Post a Comment