Wednesday, August 25, 2010

Senyum Kerinduan Untukmu Guru

Sebuah perjalanan panjang kisah seorang yang telah mendharma bhaktikan dirinya untuk ibu pertiwi. Beliau seorang guru yang telah banyak memberikan asupan sebuah ilmu pengetahuan, dengan sabar dan penuh kasih sayang dalam mendidik siwanya di sekolah. Namun dalam perjalanan waktu, sebuah perpisahan tidak dapat dihindarkan. Senyum dan tangis mengantarkan saat di mana kita harus melepaskan orang yang kita cintai. Semua siswa merasa kehilangan karena beliau merupakan sosok guru yang ideal bagi mereka.

Guru ideal……….? Aku bingung banget saat aku mulai memikirkan apa isi dari guru ideal dan apa maksudnya. Sering kali berfikir dan berfikir, sulit sekali untuk guruku yang selalu membimbingku dari segala hal. Tapi di sini, aku punya satu sosok guru yang menurutku beliau pantas untuk disebut guru ideal. Di sekolahku tercinta, aku punya seorang guru yang selalu peduli akan muridnya. Sayangnya sudah banyak guratan- guratan yang nampak di raut wajahnya, mungkin karena beliau tidak bisa mangelak akan pertambahan umur yang kian cepat. Beliau, Pak Rukin adalah sorang kepala sekolah, teman-teman banyak yang memanggil dengan julukan Kakek Tua. Dengan panggilan itu seakan kita bener- bener ada dalam ikatan yang begitu dekat dengan kakek renta ini. Dalam menjalankan roda kehidupannya Kakek Tua menjadi tiang tonggak perekonomian keluarga satu-satunya. Isterinya tersayang disibukan dengan mengurus anak dan rumah tangganya. Sedangkan anak- anaknya masih duduk di bangku kuliah dan yang satu masih mengenyam ilmu di bangku SMU. Sudah bertahun- tahun pengabdian kakek yang renta ini, tapi itulah tanggung jawab yang harus dipikulnya sebagai Kepala Sekolah.

Pagi- pagi sekali biasanya aku sudah sampai di sekolah untuk menyapa sekolahku dan pastinya untuk menenyam ilmu, terkadang lebih dulu dari Kakek Tua, meskipun seringkali aku yang lebih lambat. Setiap hari, pagi- pagi sekali Kakek Tua berdiri dekat tiang besar terbuat dari tembok di depan teras sekolah tepat pukul 05.30 pagi. Padahal dentang bel masuk sekolah masih 1 jam setengah lagi. Matanya menatap setiap murid yang datang sembari melebarkan bibirnya hanya untuk memberi senyuman manis pada muridnya. Membalas anggukan kepala dari pengantar yang senantiasa menganggukan kepala. Beliau berbincang- bincang dan bergurau akrab sedikit dengan para orang tua. Dengan senyum kanak-kanaknya para murid menghampiri dan mencium tangan beliau yang tidak sekuat dulu. Hal yang sesederhana itu beliau lakukan hanya untuk menggembirakan anak didiknya, walaupun beliau harus menahan dingin yang menusuk tulang- tulang rentanya. Beliau tetap tersenyum. Itu semua adalah kebiasaan yang mungkin sulit untuk dilupakan dan mungkin inilah kegiatan yang tidak akan pernah terlepas darinya. Kegiatan yang beliau lakukan dalam waktu- waktu beliau mengabdi.

Bel tanda masuk berdentang keras, beliau dengan gagahnya menuju ruang guru untuk mengambil tas tuanya terbuat dari anyaman daun pandan dan menuju ruang kelasku yang jaraknya cukup jauh dengan langkah yang tak seringan dulu, saat awal- awal beliau mengajar 25 tahun yang lalu. Kakek Tua ini masuk kelas 3 berdiri tepat di tengah kelas disambut do’a pembuka atau penghormatan murid. Saat- saat seperti itu dirinya merasa dianggap sebagai manusia terhormat dan seakan murid- murid berharap harta tak ternilai berupa ilmu pengetahuan dari beliau. Harta yang bisa merubah status sosial, ekonomi manusia, tetapi tidak akan bisa menggantikan pengorbanan dan rasa cintanya pada muridnya. Saat bel sekolah bernyanyi riang, menujukan berakhirnya waktu sekolah usai beliau bergegas menuju pintu gerbang untuk mengantarkan siswa- siswinya kembali dijemput orang tuanya. Sambil mengawasi keaadaan lalu lintas yang ramai tanpa henti di depan gerbang sekolah. Hal itu dilakukan sampai semua siwa- siswinya tak tersisa satupun. Terkadang aku sengaja tuk pulang agak terlambat, menemani Kakek Tua ini mengakhiri waktu tugasnya. Sering kali beliau membelikanku bakso yang ada di depan sekolah karena itu memang tujuanku menunggu kepulangan beliau. Jika ada yang terlambat dijemput, siswi disuruh menelepon orang tuanya dengan telepon yang sudah tua di sekolah. Jika orang tua tidak dapat dihubungi beliau selalu mengantar dengan ikhlas siswa tersebut. Rasa ikhlas itu terus tumbuh di benak kakeku yang renta ini.

Dengan seluruh jerih payahnya, beliau selalu bisa menarik perhatian dan kasih sayang para muridnya. Ketika beberapa orang bertanya apakah lelah mengajar lebih dari 25 tahun bersama kami, beliau bersama suara lembutnya hanya menjawab, “ Sedikitpun lelah yang yang saya rasakan, itu tak sebanding dengan senyum riang anak didik saya. Dengan senyum mereka saya akan selalu setia untuk tak memikirkan lelah sedikitpun. Itulah pentingnya anak didik saya.”. Aku sangat bangga dengan guruku yang satu ini, dengan segala pengorbanan dan ilmu yang diberikan. Kakek Tua yang sabar ini telah mengabdi sekuat tenaga. Beliau yang tegas, disiplin, ramah, dan bijaksana ini selalu bisa menyembunyikan rasa lelah dan beban yang ditanggungnya, meskipun itu terasa memeras hati dan pikiran beliau. Sesekali beliau memikirkan beban hidupnya beliau merasa layaknya orang yang paling berat beban hidupnya. Tapi beliau selalu melihat keadaan di mana beliau menjalin hidup. Beliau sadar bahwa masih banyak orang yang mengemban beban bahkan yang lebih berat dari pada beliau. Senyuman orang di sekitar beliau serasa obat paling mujarab baginya. Dan itu akan selalu dikenangnya sampai beliau tiada di antara kita. Sungguh mulianya pengorbanan untuk perjuangan hidup seorang yang renta di antara berjuta bahkan bermiliyaran juta orang yang masih bisa menuliskan tinta hidup di kertas masing- masing.
Sampai suatu hari terdengar kabar bahwa guru tersayang kami akan segera pensiun dari jabatanya. Aku dan temen- temenku kelas 3 SD tersentak kaget dan sampai meneteskan air mata mendengar berita yang tidak akan mau terdengar oleh kami muridnya. KENAPA? Karena belum- belum kami sudah merasakan rasa kehilangan yang amat mendalam. Tapi, kami sadar, kami harus bisa merelakan kepergian beliau karena ini memang keputusan pemerintah. Setiap hari kami selalu mengumpulkan uang sisa jajan kami untuk ongkos membeli kenang- kenangan guruku tercinta. Bel bedentang dua kali tanda jam istirahat tiba, aku tersenyum riang karena waktu menariki uang sumbangan tiba pula. ” Feb, ayo kita mulai berkeliling, moga kita daper banyak lagi ya!” Kataku sambil menepuk punggung sahabatku Febri. ” Iya ya moga kita bisa dapet banyak!” Febri nyengir dengan giginya yang besar- besar. Sedikit demi sedikit uang terkumpul. Kami membeli barang- barang pertukangan untuk beliau, mungkin dengan barang- barang tersebut Kakek Tua bisa selalu melakukan aktifitas dan tidak akan pernah melupakan kami. ” Ya, baru Rp 8.500,00 nggak apa- apa ya!” dengan wajah sedih aku mulai meyakinkan temanku sekelas bahwa kita harus tetap tersenyum demi Kakek kami. Hanya dengan uang yang terkumpul Rp 8.500,00 itu kami berharap bisa membahagiakan guru kami tersayang. Ya……………… maklum kami masih di bangku skelas 3 SD, kami masih belum tahu apa- apa dan mungkin uang Rp 8.500,00 itu nggak ada apa- apanya. Tetapi, kami sangat berharap hal ini merupakan hal yang paling berarti di hidup kami dan Kakek Tua.

Dan sampai akhirnya tanggal 12 April 2003, beliau tidak berdiri lagi di depan teras seperti biasanya. Beliau duduk di bangku halaman sekolah kita. Kakek Tua menunduk sedih dengan sesekali meneteskan air mata. Bel masuk berbunyi, upacara akan segera dimulai. Upacara terlihat amat khidmat, sesekali aku melihat guruku itu, wajahnya masih tertunduk dan beliau harus menahan tangis yang amat menyiksa. Aku ikut sedih, serasa aku belum siap kehilangan guru sebaik beliau.
Di tengah upacara, seusai amanat dari Ibsalah satu guru, Kakek renta ini disuruh maju ke tengah lapangan. Hatiku semakin nggak bisa ngelepasin guruku itu. Kakek Tua ini menjelaskan akan pelepasan jabatanya itu, meski ucapanya terdengar amat bindeng. Dan setiap kalimatnya terputus- putus karena digunakan untuk mengusap air matanya dengan tanganya yang kriput. Kami ikut terlarut dalam kesedihan yang mendalam. Suara tangisan kami terdengar keras seolah tangisan bayi yang baru lahir. Dengan rasa sedih yang tak terhiraukan kami bubar seketika dari barisan. Dan memeluk guru kami tercinta walaupun itu cuma memeluk kakinya saja. Karena guru kami yang satu ini tinggi banget. Aku yang sebagai ketua kelas 3 waktu itu, dipersilahkan oleh temenku sekelas membawa dan memberikan kenang- kenangan dari kelas 3 yang cuma seharga Rp 8.500,00 dan surat tulisan tangan kami sendiri. Kakek Tua kita tersenyum lebar dan menggendongku tapi akunya malah minta turun, aku takut Kakek Tua keberatan soalnya aku adalah anak tergendut di kelas. Dan memang raut muka beliau terkesan agak keberatan. Aku tersenyum centil sambil minta maaf ke guruku itu karena sudah keberatan menggendongku. Eh…………………………………………………… malah beliau tertawa terbahak- bahak mendengar ucapan maafku. Aku tersipu malu dech jadinya. Kakeku yang satu ini menerima hadiah dari kelasku dan berkata kalau itu hal yang tidak akan pernah dilupakanya dan itu sangat berharga baginya.
Seketika aku menarik celana dinas coklatnya dan bilang, “ Tapi, Kek, maaf itu harganya cuma 8.500 rupiah lho!” aku berkata dengan culunya waktu itu. Pak Rukin tersenyum lagi dan bicara dengan nada rendah ,” Erza, harga suatu barang tidak penting yang penting niat dan ketulusan hati si pemberi. Dan mungkin dengan harga yang murah pun bisa sangat bermanfaat bagi kita.”. Aku tetap berdiri di samping guruku itu. Guru- guru meminta kami murid sekolah itu, berjabat tangan dengan beliau dan mengucapkan salam perpisahan. Aku menatap guruku dengan hati lega dan guruku pun membalas dengan begitu pula.

Kakek Tua kembali ke ruang guru dan membereskan semua barang- barang di mejanya. Dan sesekali begurau dengan para guru lainya. Aku merasa bangga yang kesekian kalinya. Guru yang akan kehilangan murid dan rekan kerja yang dicintainya, tetap bisa tegar dan menyembunyikan rasa sedihnya. Dalam hati aku bepikir, kalau guruku saja bisa tegar masa’ aku nggak bisa? Aku menghapus air mata di pipi tembemku dan tersenyum. Keesokan harinya Kakeku tersayang ini datang ke sekolah untuk menghadiri rapat komite sekolah dan rapat itu pun diperuntukan untuk perpisahan beliau. Dan yang bikin aku tercengang, Kakek tua ini maju ke depan dan membacakan surat dari kami kepada para undangan. Beliau membaca dengan penuh rasa haru sampai- sampai terlinanglah air mata di pipinya. Beliau mengatakan kalau surat itu sangat mengharukan, karena kita muridnya sangat memperhatikan beliau. Inilah salinan surat kami:
Assallamualaikum Pak Rukin !!!!!!!!!
Aku Erza, murid yang paling pinter ples imoet.
Pak ini kado dari aku, aku ngasih ini karena aku pingin Kakek bisa terus melakukan aktivitas, walaupun Pak Rukin nggak kerja lagi di sekolahku. Kek, kata dokter kalau kita sudah tua kita harus selalu mengisi hari- hari kita dengan pekerjaan, kalau kita diem aja kita akan cepat terserang oesteophorosis lho, Kek!
Kalau Kakek kena penyakit terus kan yang sedih muridnya juga kek! Jadi aku mau Kakek musti terus jaga kesehatan dan terus inget kata dokter di atas yaaaaaaa!!!!!!!
Kita sayaaaaaaaang banget sama kakek. Jangan pernah lupa ya kek pak sama kita. Salam buat keluarga kakek semua. Aku pasti akan kangen sama kakek, jadi sering- sering maen di sekolah! Moga pemberian aku berguna ya buat kakek! Dari Erza
Kakek tua ini keluar dari ruang rapat dengan langkah terseok- seok. Sembari mengusap kening yang terbasahi oleh derasnya air mata yang terlinang. Aku lari sekencang angin yang berhembus sejuk pagi hari itu. Selama mungkin aku memeluk tubuh renta guruku ini. Aku bisa melepaskan guruku, tapi pada saat seperti ini aku harus menangis meratapi rasa kehilangan yang mendalam dari lubuk hatiku.
Kakeku yang satu ini mengambil sapu tangan yang masih basah dari saku celana katunya, mengusap air mata yang tiada henti mengalir dari mata mungilku. Beliau menatapku sejenak. Aku mengerti sorot mata beliau sangat berat untuk meninggalkan murid dan sekolah tercinta. Aku memeluk beliau sekali lagi dan mungkin itulah perpisahan terakhir antara aku dan beliau. Sambil menggandengku, kami berdua tersenyum lebar menuju gerbang sekolah.

Karena Usia Lanjut Si Besut Terlupakan

Akhir – akhir ini kata “BESUTAN” sudah mulai asing terdengar di masyarakat. Seni – seni pertunjukan tradisional mulai lenyap di tengah gebyarnya pementasan – pementasan drama modern, acara televisi, sampai dengan film – film yang berderar di bioskop. Itu semua mengambil alih peran seni tradisional sebagai sarana hiburan masyarakat. Banyak sebenarnya hal yang bisa kita dapat dari pementasan seni tradisional. Mungkin, karena penampilan yang kurang menarik dan keterbatasan pementasan, seni tradisional mulai tidak diminati masyarakat.

Hal ini menimbulkan dampak – dampak negatif terhadap beberapa golongan mmasyarakat. Mereka adalah kalangan mulai dari pecinta seni tradisional, pemain, sampai orang – orang yang berperan dalam pementasan tersebut. Sungguh ironis memang mendengar akan seni tradisioanl kita mulai punah. Namun, apa sebaiknya yang harus kita lakukan? Berikut ulasannya.

Seni tradisional yang sudah mulai punah di masyarakat salah satunya adalah besutan. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan besutan? Mungkin itu perntanyaan anak remaja sekarang. Mereka sudah terlalu menikmati akan tayangan – tayangan modern, sehingga melupakan budaya daerahnya sendiri.
Besutan adalah kesenian tradisional asli Kabupaten Jombang yang merupakan pengembangan dari Kesenian Lerok dan merupakan cikal bakal Kesenian Ludruk di masyarakat. Kesenian Lerok merupakan kesenian yang bersifat amen. Pelakunya berpindah dari satu keramaian ke keramaian lain untuk menyuguhkan pertunjukan teater sederhana. Pelakunya semula tunggal yang melakukan monolog. Tetapi dalam perkembangannya pelakunya lebih dari satu orang. Hal tersebut dilakukan agar menambah daya tarik dari teater sederhana itu sendiri. Lakon yang dibawakan merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari. Sehingga, kita sebagai penonton dapat mengambil beberapa teladan dari sini. Dari bermacam - macam lakon yang disuguhkan, ternyata yang menggunakan tokoh Besut paling digemari penonton. Lama kelamaan, karena lebih sering melakonkan Besut, maka keseniannya kemudian disebut Besutan. Itulah sebenarnya nama “BESUTAN” diambil sebagai nama teater ini.
Kata besutan sendiri berasal dari kata besut. Besut itu merupakan akronim dari kata beto maksud yang berarti membawa pesan. Ada juga yang mengatakan besut berasal dari kata besot yaitu menari. Siapa sebenrnya si Besut tersebut? Besut merupakan nama tokoh utama dalam teater Besutan. Tokoh Besut merupakan sosok laki-laki yang cerdas, terbuka, perhatian, kritis, transformatif, dan nyeni.
Sedang menurut Mbah Jomblo, seorang seniman yang pernah memunculkan besutan kembali, merujuk dari kalimat bebet sing bermaksut. Artinya sesuatu yang dibebetkan (ditalikan atau dikuatkan) yang menyimpan maksud tertentu yang tersamar. Makna yang lebih gamblang bisa dikaitkan tentang soal keyakinan (baik keyakinan dalam agama, perjuangan, atau berkesenian) dalam hidup yang mutlak harus dipegangi bagi siapa pun.
Ketika Mbah Jomblo ditanya soal lerok, yang mana merupakan muasal munculnya sebutan dari seni Besutan, kata lerok berasal dari “liruk”: yang berarti gabungan dari pisahan huruf “li” peli yang berarti alat kelamin laki-laki, dan “ruk” turuk yang berarti alat kelamin perempuan. Memang kesan yang didapat “saru” atau jorok terlukis di sini. Tapi jika kita tarik dalam aras “kosmologi Jawa” akan terbentanglah berbagai jelajah tafsir yang luas dan bermacam-macam.
Sebagaimana dalam tradisi Hindu-Buddha, yang meyakini nilai-nalai tata kosmos alam “yin” dan “yang”, atau dalam kajian riset candi-candi di Jawa yang banyak mencandikan dalam bentuk patung-patung dari cerita-cerita pewayangan, mitos, dan legenda rakyat. Lepas dari tafsir yang selama ini kerap kita kenal, bahwa lerok adalah pertunjukan yang menampilkan tokoh ngamen dengan wajah yang dilerok-leroki atau dipupuri (dibedaki) warna putih dengan tak rata. Mungkin itulah inspirasi dari kata Lerok sendiri.
Kembali dalam besutan, untuk mendukung karakter tokoh Besut, beberapa tokoh lainnya yang selalu menemani dalam pentasnya yaitu, Rusmini, Man Gondo, Sumo Gambar, dan Pembawa Obor. Tokoh lain bisa dimunculkan sesuai kebutuhan cerita. Siapa sebenarnya mereka dan apa peran mereka juga karakter mereka dalam pementasan besutan? Besut yang gagah dan Rusmini yang cantik selalu menjadi sepasang kekasih atau sepasang suami istri. Sumo Gambar selalu berperan antagonis, sebenarnya sangat mencintai Rusmini, namun selalu bertepuk sebelah tangan. Man Gondo yang merupakan paman Rusmini, selalu berpihak pada Sumo Gambar, karena kekayaannya. Dengan tema apa pun lakon atau ceritanya, bumbu cinta segitiga antara Rusmini, Besut, dan Sumo Gambar selalu menjadi penyedapnya.
Jadi cerita cinta segitiga itulah yang selalu menjadi ciri khas dan merupakan hal yang paling ditunggu – tunggu oleh pecinta besut. Karena perbedaan karakter yang kontras menimbulkan greget tersendiri bagi para pemirsa. Ada yang membuat jengkel, senang, kadang kita juga turut trenyuh dalam ceritanya. Tapi, itulah asyiknya menonton besutan. Dan mungkin, yang dipentaskan merupakan kejadian yang pernah dialami oleh pemirsa.
Berbicara tentang pementasan, pastilah harus ada yang dikenakan. Tujuannya untuk lebih menarik dan menambah ciri khas dari pementasan itu sendiri juga memperkuat akan karakter tokoh masing – masing. Namun, bagaimana dengan busana yang ada dalam pementasan besutan ini? Sebenarnya sangat sederhana, untuk karakter tokoh Besut, tubuhnya biasa dibalut kain putih yang melambangkan bersih jiwa dan raganya. Tali lawe melilit di perutnya melambangkan kesatuan yang kuat. Tutup kepalanya merah melambangkan keberanian yang tinggi. Untuk busana Si Rusmini, merupakan busana tradisional Jombang, menggunakan kain jarik, kebaya, dan kerudung lepas. Untuk Man Gondo berbusana Jawa Timuran, sedang Sumo Gambar berbusana ala pria Madura.
Ulasan akan unsur – unsur dalam pementasan sudah dijabarkan. Tidak lega rasanya jika tidak mengetahi bagaimana ritual pementasan dari “BESUTAN” itu sendiri. Dalam pertunjukan Teater Rakyat Besutan, selalu diawali dengan semacam ritual yang berfungsi sebagai intro. Ritual ini menggambarkan bahwa Besut melambangkan masyarakat yang hidupnya terbelenggu, terjajah, terkebiri, dibutakan, dan hanya boleh berjalan menurut apa kata penguasa.
Dalam ritual, selalu dimulai dengan Pembawa Obor yang berjalan dengan penuh waspada, hati-hati, dan terus mengendalikan Besut yang selalu di belakangnya. Besut yang matanya terpejam menandakan dilarang banyak tahu, mulutnya tersumbat susur yang dilarang berpendapat, berjalan ngesot atau merayap mengikuti ke mana obor bergerak. Besut selalu sigap menanti setiap peluang. Pada satu kesempatan, Besut meloncat berdiri, tangannya merebut pegangan obor, dan dengan sekuat tenaga, susur yang ngendon di mulutnya disemprotkan ke nyala obor hingga padam. Mendadak matanya terbuka, mulutnya bebas, langsung menari dengan heroik.
Barulah cerita – cerita yang akan ditampilkan mulai dipentaskan. Dan, penutupan dari ritual tersebut adalah tepuk tangan dan teriakan penonton bergemuruh mengantar turunnya pemain besutan dari atas panggung.
Dengan cerita dan ritual yang sebegitu menariknya, hanya ada satu pertanyaan yang selalu muncul dalam benak masyarakat, “Mengapa pementasan “BESUTAN” sudah tidak terlihat lagi di masyarakat?” Itulah hal yang menarik untuk diamati dan dipecahkan.
Beberapa penyebab yang menimbulkan punahnya eksistensi “BESUTAN” Jombang dewasa ini. Seperti.
Ketidak adanya minat dari generasi – generasi seniman muda di Jombang. Hal tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan seni tradisional daerah Jombang. Ketertarikan pada ilmu berakting di depan kamera atau bergabung dalam teater modern agaknya lebih unggul dari pada mereka harus berkecimpung di seni tradisional daerah yang memang untuk mengaktifkan kembali sangatlah susah.
Berikut beberapa penyataan yang diungkapkan oleh pemain seta orang – orang yang pernah menorehkan seninya di pementasan besutan. Mereka adalah Mbah Sami’un dan Mbah Tajib. Beliau – beliau ini merupakan penabuh kendang handal pada kelompok “BESUTAN” Jombang. Berbagai pendapat mulai mereka lontarkan. “Saya sudah tua sudah nggak mikirin itu lagi, anak sekarang kalau diajari bandel-bandel ya sudah,” kata Mbah Samiun. Senada, Mbah Tajib berkomentar, “Toh kenyataannya para generasi muda sudah punya pilihan sendiri untuk menentukan jalan hidupnya,”
Kesimpulan yang bisa ditarik dari pernyataan mereka adalah sebenarnya generasi – generasi muda kita tidak mempunyai minat dalam pengembangan kesenian ini. Mereka sudah memilih sendiri akan jalan hidupnya. Selanjutnya, para generasi tua sudah mulai lelah dan tidak kuat lagi dalam mengajar dan menurunkan bakatnya. Karena memang usianya juga tidak mendukung dalam melakukan hal – hal yang sekiranya tidak enteng lagi.
Harapan untuk mengembangkan dan melestarikan seni besutan seakan tak mampu lagi disuarakan. Dalam benak mereka, kejayaan “BESUTAN” yang lalu hanyalah merupakan cerita indah masa lalu yang hanya bisa dikenang. Kelestarian Seni Besut, Kini Tinggal Harapan…? Karena usia besut dan para pemain – pemainnya pun yang sudah mulai lanjut, kita hanya bisa menanti gerakan para generasi muda kita.
Memang sangatlah benar apa yang dikatakan oleh para senior “BESUTAN”. Berikut adalah pendapat dari dua siswa dari SMP dan SMA di Jombang tentang perkembangan kesebian “BESUTAN”. Ade Eka Asukma, merupakan siswa SMPN 2 Jombang. “Dengan mengikuti pelatihan serta program – program dari kesenian tradisional itu sangat menyita waktu. Lebih baik waktu dipergunakan untuk hal yang sekiranya sangat penting, seperti tugas, membaca buku, dll.”, ujarnya. Setali tiga uang, Riki Herdinansyah, seorang siswa SMA Muhammadiyah mengatakan, “Buat apa kita mengikuti program – program seperti itu, toh banyak sekali peluang yang mengantarkan kita sukses seperti, bekerja di kedokteran, perkantoran, dll”.
Cukup jelas terlihat bentuk penolakan para remaja terhadap pementasan itu sendiri. Tetapi masih ada beberapa remaja yang masih peduli terhadap seni tradisional yang merupkan maskot daerah kita. Sylvia Andriyani Kusumandari, siswi SMPN 2 Jombang ini menuturkan, “Sebenarnya pelatihan budaya seperti itu sangat dibutuhkan oleh para remaja sekarang. Selain untuk pembentukan pribadi, toh kita kan juga bisa menambah pengetahuan, juga yang paling penting, kita turut serta dalam mempertahankan budaya daerah kita.”
Keterbatasan alat dalam pementasan. Hal tesebut juga menjadi penghambat bagi perkembangan “BESUTAN” Jombang. Pementasan yang menarik pasti memerlukan peralatan yang mendukung. Mulai dari busana yang dikenakan, tempat pementasan, sampai musik yang mengiringi pementasan. Patilah sudah sangat susah mendapatkannya dan itu pun dalam nominal yang cukup besar. Belum lagi ditambah biaya pra pementasan seperti sosialisai pada masyarakat akan agenda pementasan sampai mencari sponsor dalam pementasan.
Dari keterbatasan alat tersebut, pastilah masalah utamanya adalah “Keuangan”. Bagaimana para penampil besutan dapat mengatasi masalah tersebut? Mungkin beberapa pemerhati seni mulai membantu kucuran dana, para anggota pun mulai sibuk dengan pencarian sponsor. Tetapi, jalan keluar yang paling mudah adalah pemerintah daerah sendiri yang seharusnya mulai menghidupkan kesenian terbut di mata masyarakat dengan pementasan “BESUTAN”.
Sebenarnya apa sih manfaat dari kembalinya pementasan “BESUTAN” di daerah? Banyak sekali manfaat yang bisa didapat dari pementasan kesenian tersebut. Yang paling penting adalah, terselamatkannya budaya kita yang merupakan maskot Jombang dari kepunahan. Sehingga gemerlapnya kesenian tradisional masih bisa menembus dan disejajarkan dengan pementasan – pementasan modern. Bahkan seharusnya ini harus lebih unggul dan manjadi hal yang selalu ditunggu – tunggu oleh masyarakat.
Mengobati rasa rindu para pecinta “BESUTAN”. Pastilah mereka sangat menanti – nanti akan hadirnya sosok Besut, Rusmini, dll. Dengan adanya pementasan kembali, pasti ini dapat mengobati kerinduan para pecinta besutan. Apalagi jika para pemain besutan tersebut berasal dari kalangan remaja sekarang, pasti mereka merasakan bangga tersendiri. Karena itu merupakan ajang manampilkan kreatifitas para remaja sekarang.
Menghilangkan rasa kekhawatiran akan punahnya kesenian tradisional. Dengan pemain – pemain yang masih kalangan muda, pasti generasi tua merasakan kelegaan sendiri. Karena dengan ini, generasi penerus yang akan dating masih bisa menikmati dan melihat gemerlapnya kesenian tradisional daerah mereka sendiri. Sehingga daerah kita masih mempunyai ciri khas tersendiri yang memang harus dibedakan dengan daerah lain.
Keuntungan secara ekonomi bagi para pemainnya. Beberapa pemain lama yang harus menganggur karena minimnya jadwal pementasan bisa tersenyum kembali. Karena dengan ini, mereka dapat meningkatkan taraf ekonomi mereka untuk melangsungkan hidup. Demikian juga daerah, daerah juga bisa mendapat keuntungan dari penjualan tiket tontonan. Sehingga dapat menambah kas daerah.
Kabupaten Jombang pun bisa lebih dikenal dengan pertunjukan besutannya. Sehingga dapat menarik orang – orang dari lain daerah untuk turut serta menikmati keindahan serta menariknya pementasan besutan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas Jombang di mata masyarakat daerah lain.
Dengan beberapa keuntungan di atas, maka meninggalkan kesenian tradisional harus dipertimbangkan kembali. Apa seharusnya usaha kita sebagai pelajar untuk membantu memunculkan kembali pementasan kesenian tradisional, khususnya besutan? Berikut adalah beberapa hal yang mungkin bisa kita usahakan:
1. Mengikuti ekstrakulikuler yang berhubungan dengan kesenian tradisional di sekolah.
Dengan mengikuti kegiatan – kegiatan sekolah seperti karawitan, besutan, tari tradisional, dll dapat menumbuhkan rasa bangga pada siswa sendiri. Pada beberapa pertemuan, merek pun bisa mengadakan pementasan untuk lebih meningkatkan percaya diri dan mengenal dunia pementasan.
2. Banyak bertanya – tanya kepada yang lebih senior.
Dengan menambah pengetahuan demi pengetahuan, dapat membantu para remaja untuk lebih profesional dalam memainkan peran. Mereka juga lebih mengerti bagaimana seluk beluk tentang besutan.
3. Membuat komunitas atau club kesenian tradisional.
Para remaja sekarang cukup ngetren dengan pembentukan club – club seperti club drum band, club pecinta alam, dll. Apa salahnya jika kita dapat membentuk club atau komunitas tersendiri bagi kesenian tradisional kita. Dari kelompok inilah dapat dimunculkan jiwa – jiwa muda yang berbakat dalam seni. Toh tidak ada salahnya dengan pembentukan club seperti ini di daerah Jombang.
4. Unjuk kebolehan dalam pementasan sederhana.
Untuk tindakan lebih lanjut dari pelatihan dan program – program di atas, barulah mereka unjuk kebolehan dalam pementasan sederhana. Mungkin sekali tampil masih belum banyak yang menonton. Tetapi itulah perjuangan. Bisa dimulai lagi dengan mengedarkan selebaran – selebaran di sekolah – sekolah akan pementasan kesenian tradisional, sampai mengajak teman – teman terdekat untuk melihat.
Di atas adalah apa upaya yang seharusnya dilakukan oleh para muda. Perlunya harapan untuk pihak sekolah akan turut mengusahakan munculnya kembali greget generasi muda dalam kesenian tradisional. Harapan dari para muda adalah sebagai berikut.
1. Mencantumkan besutan sebagai salah satu ekstrakulikuler sekolah, sehingga siswa dapat berlatih di sekolah dengan fasilitas yang benar – benar memadai.
2. Pemanggilan pelatih yang benar – benar profesional dalam bidangnya. Entah dari guru bidang Seni Budaya dan Ketrampilan atau memanggil guru dari luar sekolah.
3. Diadakannya lomba antar kelas untuk kesenian – kesenian daerah seperti tari remo, besutan, karawitan, dll. Dengan acara – acara seperti itu, siswa dapat tergugah untuk mempunyai jiwa kompetisi.
4. Memberi penghargaan – penghargaan tersindiri bagi para siswa yang berprestasi, khususnya dalam kesenian tradisional. Dengan pemberian itu siswa merasa lebih dihargai dan lebih bangga akan kemampuannya. Sehingga secara tidak langsung, pihak sekolah juga mendorong siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya tersebut.
Harapan untuk sekolah seudah diungkapkan, harapan kita akan pemerintah pun tidak kalah pentingnya dengan tujuan yang sama untuk menumbuhkan besutan dalam masyarakat.
Sudah menjadi kebiasaan yang tertoreh di benak kita. Setiap Sabtu malam minggu, alon – alon Jombang dipergunakan sebagai pementasan wayang kulit yang selalu meriah dari minggu ke minggu. Tetapi, apa yang selalu kita lihat sekarang? Pementasan wayang tersebut sudah tergeser dengan panggung dangdut ecek – ecek dan panggung band – band yang lain. Memang kita mengetahui bahwa dengan diadakannya panggung pentas tersebut dapat menjadi ajang band – band muda untuk tampil, tapi apa manfaat yang bisa diperoleh oleh para penonton? Hanyalah kesenangan dan hiburan belaka yang bisa mereka dapatkan. Kadang pertunjukan pun berakhir dengan kisruh dan anarkis antar penonton. Apakah itu yang diinginkan oleh masyarakat kita sekarang?
Sangatlah rugi kita menggeser kedudukan wayang kulit dari jadwal tontonan Sabtu Malam Minggu. Banyak hal yang dapat diambil dengan menonton kesenian tradisional. Karena memang mereka ingin membawa amanah dan maksud sendiri untuk direnungkan para pemirsanya.
Sebenarnya sangatlah sederhana harapan para muda. Dapat disimpulkan dalam uraian berikut.
1. Memperhatikan nasib dan keberadaan seniman – seniman besut daerah.
Karena besutan merupakan salah satu maskot daerah Jombang, alangkah baiknya biaya untuk besutan dan kesenian tradisional lain dianggarkan. KENAPA PEMERINTAH JOMBANG HANYA TERUS MEMPERHATIKAN PROGRAM ADIPURA SAJA? APAKAH POTENSI DAERAH KITA HANYA ADIPURA? ATAU MEMANG PEMERINTAH TIDAK BISA MEMPERJUANGKAN KEMAKMURAN RAKYATNYA? BAGAIMANA DENGAN KEPENTINGAN PENDIDIKAN, KESEHATAN, APALAGI UNTUK MEMPERHATIKAN KESENIAN TRADISIONAL KITA? Tidak ada yang perlu disalahkan, namun, bagaimana masing – masing dapat menyadari kekurangan masing – masing.
2. Mengaktifkan kembali acara pertunjukan wayang kulit sebagai tontonan Sabtu Malam Minggu.
Renungkan, apakah dengan digantinya wayang kulit dengan panggung dangdut lebih bermanfaat dan mendidik generasi muda. Tidak kan. Malah banyak orang yang berpikir bahwa pementasan dangdut tersebut hanya ajang berbuat mesum. Apakah itu yang ingin ditorehkan dalam kebiasaan generasi muda Kabupaten Jombang?
3. Mencari bibit muda dengan mengadakan lomba antar kecamatan.
Dengan lomba – lomba yang ada di daerah, dapat membangkitkan percaya diri akan kemampuan mereka. Dan mereka akan berpikir bahwa kemampuan mereka ternyata tidak sia – sia.
4. Memberi penghargaan – penghargaan tersendiri bagi para siswa yang berprestasi, khususnya dalam kesenian tradisional.
Dengan pemberian itu siswa merasa lebih dihargai dan lebih bangga akan kemampuannya. Sehingga secara tidak langsung, pihak sekolah juga mendorong siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya tersebut.
5. Ditampilkannya kesenian tradisional dengan kombinasi yang cantik antara tarian, musik karawitan, besutan, dan wayang kulit.
Dengan pementasan yang begitu memperhatikan kesenian tradisional dapat menunjukan kepada masyarakat gemerlap dan betapa indahnya seni tradisional kita. Sehingga menimbulkan rasa tidak ingin kehilangannya dengan maskot daerah Jombang tersebut.
Sekarang yang penting adalah bagaimana peran para muda untuk menyelamatkan kepunahan seni tradisional kita.
Sekecil apapun peran kita di dalamnya, itu sudah menjadi pengabdian bagi daerah. Karena apa pun itu, budaya kita tidak punah dan akan terus bersinar di hati masyarakatnya. Mari selamatkan budaya kita.

Genderang Perang Memerangi Pemanasan Global

Akhir-akhir ini, isu pemanasan global menjadi topik yang banyak dibicarakan orang. Apalagi dengan maraknya kerusakan hutan dimana-mana yang dapat menimbulkan dampak bagi warga bumi sendiri. Dampak dari global warming sendiri tidak hanya dirasakan oleh manusia, melainkan juga dirasakan oleh hewan juga tumbuhan, contohnya mulai punahnya beruang kutub serta hewan yang dilindungi di hutan-hutan konservasi.
Arti dari Global Warming adalah meningkatnya suhu udara yang setiap tahunnya mengakibatkan perubahan pada kehidupan di bumi, contohnya cuaca yang menjadi tidak menentu dan mencairnya es di kutub. Global Warming terjadi oleh karena semakin meningkatnya suhu kadar gas metan dan karbon dioksida di atmosfer (yang berasal dari pembakaran hutan, minyak, dan bahan bakar fosil). Kedua gas tersebut menangkap lebih banyak panas dibandingkan gas jenis lain, namun tidak melepaskannya kembali. Akibatnya, bumi menjadi semakin panas. Global Warming yang terjadi saat ini bukanlah suatu masalah yang dapat diselesaikan dengan cepat. Perlu kesadaran bersama untuk menyelesaikan masalah yang akan dirasakan dampaknya di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Karena sudah begitu banyak dampak yang sudah dirasakan oleh masyarakat bumi, pada tanggal 3-14 Desember 2007 lalu diakannya pertemuan akbar negara-negara di dunia yang membahas topik Conference of Parties (COP) ke-13 United Nations Framework Convention on Climate Change di Denpasar, Bali. Adanya berita kerusakan hutan sebagai pemicu utama kerusakan global sangat sering dipublikasikan baik di media elektronik maupun media cetak. Dimana kebakaran hutan gambut dan hutan konservasi, yang banyak terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia, diduga ikut berperan menaikkan tinggi permukaan air laut akibat naiknya suhu udara.
Yang menarik untuk diamati adalah emisi gas yang ditimbulkan oleh hutan yang terbakar tidak disebutkan di sana, karena memang emisi yang dihasilkan tidak cukup banyak jika diakumulasikan, karena kejadian itu hanya berlangsung dalam kondisi tertentu, waktu tertentu, dan wilayah tertentu.
Dampak perubahan iklim, seperti naiknya permukaan laut, akan menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau kecil. Naiknya suhu laut mengakibatkan hasil perikanan akan menurun. Naiknya suhu udara akan meningkatkan berkembangnya penyakit. Peningkatan curah hujan akan meningkatkan banjir dan longsor, juga perubahan musim tanam, dan peningkatan penguapan serta peningkatan intensitas badai tropis akan menyebabkan rawan transpotasi. Semuanya ini merupakan akibat dari perubahan iklim di bumi yang dipicu kegiatan tidak ramah lingkungan di berbagai belahan dunia. Untuk mengatasinya sudah seharusnya keadaan ini menjadi tanggung jawab semua pihak.
Lantas, bagaimana pemanasan global membawa pengaruh bagi bumi? Pemanasan global diduga keras akan berpengaruh dalam bentuk sebagai berikut:
(1) Es di kutub dan gunung-gunung tinggi mencair. Menurut perhitungan, hal ini menaikkan paras laut setinggi hingga 5 - 7 meter! Tentu saja kenaikan paras laut rata-rata ini harus diukur dari stasiun pasang surut yang stabil, tidak terjadi gempa atau penurunan muka tanah (land-subsidence).
(2) Kalau air laut naik, maka dataran rendah akan tergenang. Daerah pantai atau dataran rendah yang produktif di bawah level tertentu akan hilang. Pulau-pulau kecil yang rendah juga akan dihapus dari peta. Dataran rendah ini hilang karena muka air laut naik, bukan hanya karena digerus abrasi atau diambil pasirnya.
(3) Bila daratan yang hilang ini merupakan acuan dari ”pagar batas” suatu negeri, maka batas negeri itu bisa kembali menjadi persengketaan mengingat batas alamnya hilang. Untuk negara kepulauan seperti Indonesia dengan batas laut yang kritis dengan beberapa negara, hilangnya sebuah pulau terluar bisa berakibat ribuan kilometer persegi wilayah kedaulatan laut baik itu laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif atau Landas Kontinen dapat tiba-tiba hilang.
(4) Perubahan sirkulasi plankton dan otomatis perubahan sebaran ikan yang pada akhirnya pada persediaan sumber pangan dari laut. Nasib jutaan nelayan atau petani tambak ada di ujung tanduk.
(5) Perubahan vegetasi. Daerah yang kini beriklim sedang akan menjadi lebih hangat sehingga dapat menanam tanaman tropis. Sementara itu daerah yang sekarang sudah hangat seperti di Indonesia, dapat berubah menjadi gurun!
(6) Perubahan pola penyakit, akibat beberapa virus atau bakteria yang dulu hanya ada di daerah tropis (seperti malaria, DBD dan sejenisnya) akan melanda daerah beriklim sedang. Bila para pekerja kesehatan di sana tidak akrab dengan penyakit tropis seperti itu, maka akan timbul pandemi yang sangat ganas.
Apakah kondisi itu dapat dicegah atau dikurangi? Tentu saja, asalkan manusia mau berusaha memperbaiki kerusakan yang telah terjadi di bumi dan berusaha untuk mencegahnya supaya tidak terjadi lagi.
Apa yang dapat kita lakukan dalam mengantisipasi dan menghadapi pemanasan global tersebut? Pertama-tama perlu peningkatan kesadaran publik (public awareness) tentang sebab dan akibat pemanasan global tersebut. Indonesia memang tidak bisa mengatasi sendiri masalah global ini, tetapi setidaknya masyarakat bisa melakukan sesuatu yang sedikit banyak dapat menjadi kontribusi penting dalam memperbaiki keadaan. Adapun tindakan itu bisa berupa :
1. Membawa kantong belanja sendiri
Jika kita pergi ke pasar untuk berbelanja usahakan membawa kantong belanja dan usahakan juga kantong belanja itu tidak terbuat dari unsur plastik, kita bisa gunakan kantong yang terbuat dari unsur kertas atau bahan yang ramah lingkungan.
2. Gunakan listrik seperlunya saja
Kita dapat mematikan lampu atau TV jika sudah tidak digunakan lagi. Upaya itu dapat mencegah global warming.
3. Hijaukan lingkungan di sekitar
Bila kita mempunyai halaman rumah yang masih bertanah walaupun itu kecil, ruang itu dapat kita manfaatkan untuk ditanami tanaman. Hal itu juga dapat membantu mengurangi global warming.
4. Daur ulang sampah
Sampah non organik & organikpun dapat kita daur ulang menjadi kerajinan yang bagus, misalnya kita dapat membuat hiasan dinding dari kulit bawang putih yang sudah tak terpakai dan sebagainya.
5. Upayakan untuk menggunakan kendaraan bebas polusi
Sepeda & becak, ya dengan alat transportasi ini dapat digunakan sebagai alat bepergian yang bebas polusi. Selain itu sepeda juga kendaraan yang bebas macet. Sayangnya alat transportasi ini sedikit yang memakainya karena banyak orang menganggap kuno.

Berakhir Dengan Manis

“Kamu membela dia ya?” belum – belum Ria sudah menyemprotnya. “Maaf, Ta! Bagaimanapun aku tidak mau berbaikan dengan Sandra. Hatiku masih sakit, kalau mengingat kata – katanya. Sudah, pokoknya aku tetap pada pendirianku.”
“ Enak saja! Tidak! Aku tak mau berbaikan dengan Ria,” demikian juga jawab Sandra ketika Sita mencoba membujuknya.
Sita hanya bias menghela nafas sedih. Ia benar – benar bingung. Ria maupun Sandra tidak ada yang mau mengalah. Ini susahnya kalau punya sahabat, yang sama – sama keras kepala. Akibatnya trio sahabat ini jadi berantakan. Dia yang repot. Terlalu dekat Ria, Sandra cemberut. Dekat – edkat Sandra, ganti Ria yang bermuka masam. Bagaimana ini? Apa harus sendiri – sendiri? Tidak berteman lagi? Huh, kesal rasanya.
Sebenarnya, selama ini trio selalu rukun dan seia sekata. Sudah cukup lama mereka bersama – sama. Sejak naik ke kelas lima tepatnya.
Di sekolah mereka, ada tiga kelas untuk masing – masing tingkatan Kelas satu terdiri dari tiga kelas, kelas dua terdiri dari tiga kelas, begitu seterusnya. Setiap tahun ada yang dipindahkan ke kelas lain. Maksudnya, bila A sekelas dengan kita sekarang, bisa jadi tahun depan tidak lagi. Karena ia dipindahkan ke kelas lain. Namun, ada juga yang tetap sekelas dengan kita.
Awal permusuhan itu begini:
Suatu hari ketika trio sahabat sedang duduk – duduk di depan kelas. Tiba – tiba Sandra melontarkan kata – kata, “Liburan nanti kau di rumah saja ya, Ri? Coba sekali – sekali seperti aku, rekreasi ke luar kota. Asyik . . . Uangnya halal kok, jadi tidak apa – apa!” Sandra mengatakan ini sambil tertawa – tawa, tetapi bernada ketus.
Ria yang memang paling sederhana kehidupannya di antara mereka, wajahnya memerah menahan geram. Segera ia berlari meninggalkan Sandra dan Sita.
Sita sungguh – sungguh terkejut mendengar perkataan Sandra. Tak pernah sebelum ini Sandra berlaku seperti itu. Past ada sebabnya. Benar! Sandra lalu bercerita,
“Aku kesal, Ta. Yu Irah, pembantu baruku bilang, kemarin kan disuruh mama mengantar makanan untuk keluarga Ria. Eeh, di sana adik Ria menyindir keluargaku.”
Sandra lalu menceritakan laporan pembantunya.
“Aduh, Mbak. Itu anak kecil di rumah itu, kok tidak tahu terima kasih. Dia bilang begini, ‘Senang yaa ikut keluarga kaya. Uangnya banyak. Bisa beli makanan yang enak – enak. Dapat uangnya dari mana sih?’ begitu katanya. Ih, saya jadi gemas,” cerita Yu Irah.
Sore itu Sita mendekati mama.
“Ma,” sapanya hati – hati. “Sita boleh minta tolong?”
Mama yang sedang membaca segera menutup bacaannya.
“Ada apa?”tanya Mama.
Sita segera menceritakan permusuhan yang terjadi antara Ria dan Sandra. Ia ingin mereka berdua berbaik lagi.
Mama tertawa mendengar cerita Sita.
“Mama kok malah tertawa? Padahal, Sita sungguh – sungguh bingung,” Sita merajuk.
Mama menghentikan tawanya. Wajah Mama berubah serius sekarang. Lalu katanya,
“Sita tahu, adik Ria ‘kan masih kecil. Anak kecil itu selalu mengatakan apa adanya. Tidak pernah punya maksud menyindir. Pasti ini karena salah paham. Anak itu mananyakan uangnya dari mana, bukan berarti menyelidiki asal – usul uang itu. Hanya sekedar bertanya. Sekarang begini saja, temui Ria, juga Sandra. Jelaskan semuanya. Setelah itu aturlah supaya keduanya berbaik kembali.”
Mendengar kata – kata Mama, Sita termenung.
“Mudah – mudahan berhasil ya, Ma,” harap Sita.
Ketika ada kesempatan baik, Sita mendekatiSandra. Ia menjelaskan duduk permasalahannya. Untunglah, Sandra yang sebenarnya anak baik, mau menerima penjelasan Sita. Demikian juga Ria, setelah mendengar sebab kegeraman Sandra, bisa mengerti.
Sore itu Sita sengaja mengundang Ria da Sandra ke rumahnya. Ria ternyata dating lebih dulu. Sementara mereka berdua bercakap – cakap, Sandra muncul. Mula – mula Ria dan Sandra kelihatan kikuk. Namun begitu Sandra mengulurkan tangan kepada Ria sambil minta maaf, suasana yang tidak menyenangkan itu pun sirna. Ria menerima uluran tangan Sandra sambil menjabatnya erat – erat. Ia pun dengan tulus minta maaf. Sementara Sita memandang kedua sahabatnya itu dengan penuh kegembiraan.
Sore begitu cerah, secerah wajah trio sahabat. Harapan Sita terkabul, permusuhan berakhir dengan manis.
Senyum yang tak kan tergantikan dengan senyum – senyum lain yang ada.

Persahabatan adalah satu ikatan kuat dimana kita bisa kuat dalam ikatan itu.

Apa Artiku Di Sini?

Gelapnya hidup selalu singgah di hati yang suram ini...
Selalu meneteskan peluh tangis di benakku...
Dimana aku masih termenung dalam masalah tak berujung
Terang masih terus berlari menjauh dariku

Hidup memang batu yang terbuang tak berarah
Yang kan tersenyum karnanya
Dan muran tersayat karnanya pula...
Penuh akan kerikil tajam menusuk langkah nan gontai

Batu yang penuh coba untukku...
Batu yang mengajari kita apa arti hidup
Pentingnya, apa sikap kita untuk menatap
Menatap hari nan indah menanti kita di sana

Dalam buta kalbu terbalut hasut
Aku duduk temenung pada suatu yang tak jelas
Buram, hanya terngiang akan sang waktu
Di mana datangnya cinta sejatiku

Kau Yang Abadi

Menatap sang agung dalam tangis do’aku
Termenung akan kreasi tak ternilai
Kreasi – Nya yang tak pernah rapuh akan waktu
Abadi dalam benak para umat yang menyaksikan


Bukit nan hijau berbaris rapi kokoh
Laut tanpa batas yang menghalangi pandangan
Liku yang indah terbentang akan aliran sungai
Awan putih tersenyum setiap paginya


Sungguh megah goresan tangan – Nya…
Ribuan pernik – pernik tersebar di dunia
Tak berujung tuk disegani
Hingga semuanya meninggalkan kita tanpa sebab


Hanya Dia yang bisa…
Membuka semuanya untuk mengerti apa arti hidup
Karya yang menggugah kita untuk lebih bijaksana
Menyongsong hidup yang lebih cerah dalam damai

Just For You

Deep in something that is not clear
When I still think more about it
When I am confuse in my dark
Drip a wail in their laugh


I sit alone in quite road
So silent for hear my crying
I see around me,
But what, just you that appear




I broke my heart for all loves
I make them disappointed of me
Mug by mug come for me
In my silent I think


You tell me what the love mean
How we can smile for it
That's all...
It's just for you, MY LOVE

I Realize

Step by step
My feet begin to run
Slowly, slowly, and faster 
Try to know, what is life mean?

                     Tired, that I feel
                     Happy, just drop by at my heart
                     Lonely, I feel in my heart
                     When you try to release my hand

       Broken my heart
       Without your smile
       Without your care
       Stand alone in this dark

                     I realize for mistakes
                     When you begin to drip a wail
                     In this blind, I said
                     I’m sorry friend